SKmulai pisah ranjang sampai kurang lebih 11 bulan dan selama itu mereka tidak pernah berhubungan layaknya suami istri. Akhirnya, SN mengajukan gugatan cerainya ke Pengadilan Agama Banjarmasin pada tanggal 30 Nopember 2012 dengan nomor: 1412/Pdt. G/2012/PA. Bjm. Setelah memeriksa dan menimbang ternyata sebagian dari
Takriftalak menurut bahasa arab adalah melepaskan ikatan. Yang dimaksud disini adalah melepaskan ikatan pernikahan. Apabila pergaulan suami suami istri tidak dapat mencapai tujuan dari pernikahan,maka hal itu akan mengakibatkanya berpisahnya dua keluarga .karena tidak adanya kesepakatan antara suami istri maka dengan keadilan alllah
Orangyang diancam tidak otomatis tertampar hanya karena si pengancam mengatakan itu. Sebab, ancaman talak di atas dapat diartikan, “Jika kamu memasukkan laki
Sayasuami 25 dan istri 24. Satu orang anak perempuan usia 2,5 tahun. Saat ini masih sah secara hukum suami istri. Menikah 13 agustus 08 di domisili istri. Tahun09 istri diterima pegawai negeri, sementara saya tinggal di luar kota dan hingga detik ini tidak ada kabar dari istri sementara buku nikah (milik suami dan milik istri) saya bawa dua
Termasukdalam kategori ini ialah tindakan suami menjauhi atau tidak mencurahkan cinta kepada istrinya, begitu pula keengganannya bercakap-cakap dengan istrinya karena istrinya sudah tua atau membosankan. 42. C. Kewajiban Suami Dan Istri Ketika Nusyuz 1. Kewajiban Suami Ketika Istri Nusyuz
assalamualaikum bertanya tentang talak.saya adalah seorang istri saya telah berumah tangga selama 14 tahun dan di karuniaai satu orang anak perepuan.tapi
Selanjutnyadikatakan suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. Rumah tempat kediaman itu ditentukan oleh suami istri bersama (Pasal 32). Suami istri wajib saling cinta mencintai hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin satu kepada yang lain (Pasal 33). Suami wajib melindungi istrinya
ZOQJn76. ISTRI berbicara ingin pisah dengan suami. Ustazah, bagaimana tanggapan dalam Islam jika seorang istri ngomong pisah ke suaminya? Apa hukumnya? Terus bagaimana jalan baik keduanya? Ustazah Herlini Amran, menjelaskan mengenai permasalahan ini yaitu sebagai berikut. Islam telah mengatur pembagian tugas, kerja, hak dan kewajiban antara suami dan istri, dalam surat an Nisa’ ayat 34 ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka”. Pembagian kerja dalam ayat di atas menjadikan suami sebagai penanggung jawab dalam memimpin dan mengurusi istrinya, pemegang kendali keluarga, menanggung segala sesuatu termasuk nafkah rumah tangga dan semua urusan kehidupan material. Juga sebagai pihak yang membuat ikatan nikah saat mengucapkan kata qabul dalam akad nikah itu dilakukan oleh suami. Itulah yang menyebabkan hak sebagai suami untuk menjatuhkan talaq sehingga dia memiliki otoritas mengakhiri rumah tangga. Jadi hak untuk menjatuhkan talaq bukan di tangan istri. Baca Juga Jadilah Istri yang Pandai Bersyukur kepada Suami Sebanyak dan sesering apapun seorang istri mengucapkan kata talaq kepada suaminya, dalam pandangan Islam belum terjadi sebuah perceraian. Namun sekali saja seorang suami mengucapkan talaq, maka jatuhlah talaq satu. Apalagi secara psikologis, laki-laki memiliki kendali emosi yang bisa dipengaruhi daya pikirnya, berbeda dengan perempuan biasanya memiliki sisi emosi yang lebih kuat dari pada daya pikirnya. Bila terjadi hal yang membuatnya tersinggung atau dia merasa sakit hati, maka dengan mudahnya seorang perempuan mengucapkan dan menginginkan perceraian dari suaminya. Dalam surat at Thalaq ayat 1 menegaskan tentang jatuhnya perceraian yang dilakukan seorang suami, dengan khitab kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar umatnya memahami bahwa hak talaq ada di tangan para suami. يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”. QS. Ath-Thalaq 1. Ketika istri menuntut cerai pada suaminya, maka bagian dari kewajiban suami untuk mendidik istrinya, ajaklah istrinya tersebut berbicara dari hati ke hati, apa ada masalah yang dipendam istri, kemudian meledak karena tidak tersampaikan permasalahan tersebut kepada suaminya. Biasakan mengomunikasikan segala sesuatu dalam masalah rumah tangga dengan istri. Biasanya seorang istri yang diperlakukan dengan baik dan mendapatkan perhatian dari seorang suami akan memperlakukan suaminya dengan hormat. Pada kasus-kasus tertentu, apabila ada seorang istri yang meminta cerai pada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkannya dengan sabdanya أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ “Wanita mana saja yang meminta talak cerai tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” HR. Abu Daud no. 2226, Tirmidzi no. 1187 dan Ibnu Majah no. 2055. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Komunikasi adalah jalan yang sangat efektif untuk memperbaiki masalah apapun yang terjadi dalam rumah tangga. Apabila terjadi kebuntuan dalam komunikasi, maka carilah pihak penengah yang dapat menjembatani hambatan komunikasi suami istri tersebut. Bila masalah belum dapat diatasi juga, maka kembalikan pada Allah, lakukan sholat istikharah untuk kelanjutan keberlangsungan rumah tangga ini, apakah akan tetap lanjut, atau bubar sampai di sini. Minta bantuan dan, pertolongan Allah Semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik untuk semua pihak. Wallahu a’lam.[ind] Sumber Sharia Consulting Center SCC
Ilustrasi cara rujuk talak 1. Foto ShutterstockAdakah di antara kamu yang sedang mencari tahu cara rujuk talak 1 sesuai syariat Islam? Untuk suami istri yang terlanjur mengucap talak namun kini ingin kembali bersama, rujuk adalah jalan Al-Quran, Allah SWT berfirman"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan dalam rahimnya jika mereka beriman pada Allah SWT dan hari akhir. Dan suami-suami berhak merujukinya dalam masa menanti itu jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menuntut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." al-Baqarah 228Mama juga pernah mendengar ceramah mengenai hal ini. Saat itu, dijelaskan kalau rujuk adalah bersatunya kembali sepasang suami istri dalam ikatan pernikahan setelah terjadinya talak raj’i di antara talak satu serta talak dua.Proses rujuk juga sebaiknya dilakukan sebelum masa iddah atau masa saat istri menunggu setelah diceraikan oleh suaminya telah habis. Lalu bagaimana cara rujuk apabila telah mendapat talak 1?Cara Rujuk Talak 1 Sesuai Syariat IslamIlustrasi cara rujuk talak 1. Foto FreepikKalau dalam agama Islam, talak 1 atau disebut juga dengan talak raj’i atau talak ruj’i terjadi saat pertama kalinya suami mengucapkan kata “cerai” atau pisah. Sementara secara hukum negara, suami bisa memberikan talak 1 pada istri dengan melakukan permohonan secara lisan atau tulisan kepada Pengadilan Agama yang terletak di lokasi tempat tinggal istri berikut dengan alasannya. Tetapi kalau suami istri berniat untuk kembali, maka keduanya boleh rujuk dengan beberapa cara seperti yang sudah menjatuhkan talak 1 pada istri boleh rujuk kembali asalkan masih dalam masa iddah. Cara rujuknya dengan ucapan kinayah, seperti “aku rujuk engkau”, “aku terima kembali engkau”, atau kalimat serupa yang menunjukkan keinginan suami untuk rujuk kembali disertai 2 orang saksi tanpa istri telah habis masa iddahnya sedangkan suami ingin merujuk istrinya kembali, maka harus dilaksanakan kembali akad nikah yang baru disertai dengan tebusan. Syarat suami melakukan rujuk yaitu tidak boleh merasa terpaksa saat mengajak istrinya rujuk cara rujuk talak 1. Foto FreepikSelain itu, ada syarat-syarat umum yang perlu dipenuhi jika suami ingin rujuk dengan istrinya seperti berikut ini, yang telah ditalak pernah melakukan hubungan seksual dengan suaminya. Apabila suami menalak istri yang belum pernah melakukan hubungan intim, para ulama sepakat bahwa istri tidak berhak menerima rujukan rujuk tidak boleh merasa terpaksa dan atas persetujuan kedua belah yang rujuk adalah yang telah akil balig, dewasa, serta berakal yang dilakukan bukanlah talak tiga atau talak raj’ tersebut terjadi tanpa adanya tebusan. Apabila dengan tebusan, istri sudah menjadi talak bain, atau talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa iddahnya, sehingga suami tidak berhak mengajak istrinya ini dilakukan pada masa iddah atau masa menunggu istri. Apabila sudah lewat masa iddah, suami tidak dapat mengajak istrinya rujuk kembali dan ini sudah menjadi kesepakatan para ucapan yang jelas untuk rujuk atau saksi yang menyaksikan suami serta istri untuk rujuk itu dia, Ma, cara rujuk talak 1 sesuai dengan syariat Islam yang perlu Mama pahami. Semoga informasinya bermanfaat.
Talak atau perceraian adalah terlepasnya ikatan perkawinan antara suami-istri, baik karena ungkapan talak sang suami, ungkapan tak disadarinya, maupun karena gugatan sang istri melalui meja pengadilan. Meski talak merupakan perkara yang diperbolehkan dalam syariat, tapi selama perkawinan masih bisa dipertahankan, seharusnya ia dihindari. Karena, tak sedikit dampak negatif yang ditimbulkan akibat perceraian, baik bagi keluarga, anak-anak, maupun masyarakat secara umum. Hanya saja, jika mahligai rumah tangga sudah tak mungkin dipertahankan, jalan damai antara suami-istri sudah mengalami kebuntuan, kerugian keduanya atau salah satunya diperkirakan akan lebih besar, maka jalan terakhir adalah talak atau perceraian. Kendati demikian, talak bukan berarti pemutus tali perkawinan sekaligus. Sebab, ia memiliki beberapa tingkatan yang memungkinkan seorang suami bisa rujuk kepada istri yang diceraikannya. Layaknya sebuah akad, talak juga memiliki sejumlah syarat dan ketentuan, sehingga ia menjadi sah atau jatuh kendati tak disadari orang yang menjatuhkannya. Para ulama fiqih melihat syarat dan ketentuan talak ini dari tiga aspek. Pertama, dari aspek yang menjatuhkan, yaitu suami. Kedua, dari aspek yang ditalak, yakni istri. Ketiga, dari aspek ungkapan atau redaksi talak. Pertama, yang menjatuhkan talak adalah suami yang sah, baligh, berakal sehat, dan menjatuhkan talak atas kemauannya sendiri. Artinya, tidak sah seorang laki-laki yang menalak perempuan yang belum dinikahinya, seperti mengatakan, “Jika aku menikahinya, maka ia tertalak.” Demikian pula anak kecil dan orang yang hilang kesadaran akalnya, seperti karena tidur, sakit, tunagrahita, dan mabuk. Hanya saja, menurut Syekh al-Syairazi dalam al-Muhadzab, Beirut Darul Kutub, jilid 3, hal. 3 hilangnya kesadaran mereka perlu dilihat من لا يعقل فإنه لم يعقل بسبب يعذر فيه كالنائم والمجنون والمريض ومن شرب دواء للتداوي فزال عقله أو أكره على شرب الخمر حتى سكر لم يقع طلاقه لأنه نص في الخبر على النائم والمجنون وقسنا عليهما الباقين وإن لم يعقل بسبب لا يعذر فيه كمن شرب الخمر لغير عذر فسكر أو شرب دواء لغير حاجة فزال عقله فالمنصوص في السكران أنه يصح طلاقهArtinya, “Adapun orang yang tidak sadar, jika tak sadarnya karena sebab yang dimaafkan, seperti orang yang sedang tidur, tunagrahita, sakit, dan minum obat guna mengobati penyakitnya, sampai hilang kesadaran akalnya, atau dipaksa minum khamr sampai mabuk, maka ia tidak jatuh talaknya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam nash hadits tentang orang tidur dan orang tunagrahita. Maka kita analogikan saja yang lain kepada keduanya. Selanjutnya, jika seseorang hilang kesadaran akalnya karena sebab yang tidak dimaafkan, seperti orang yang minum khamr tanpa alasan sampai mabuk, atau minum obat tanpa ada kebutuhan, sehingga hilang kesadaran akalnya, maka menurut pendapat nash yang telah ditetapkan tentang orang mabuk, jatuhlah talaknya.” Begitu pula orang yang dipaksa menjatuhkan talak juga perlu dilihat paksaannya apakah hak atau tidak. Jika paksaannya hak seperti paksaan hakim di pengadilan, maka talak yang dijatuhkannya adalah sah dan jatuh. Sama halnya dengan keputusan cerai yang telah diputuskan oleh hakim pengadilan. Selanjutnya, Syekh al-Syairaji merinci kriteria paksaan tersebut 1 pihak yang memaksa lebih kuat dari yang dipaksa, sehingga tak bisa ditolak; 2 berdasarkan dugaan kuat, jika paksaan itu ditolak, sesuatu yang ditakutkan akan terjadi; 3 paksaan akan diikuti dengan sesuatu yang lebih membahayakan, seperti pemukulan, pembunuhan, dan seterusnya. Maka dalam kondisi demikian, ungkapan jelas seseorang yang menjatuhkan talak dianggap sebagai ungkapan sindiran. Jika diniatkan dalam hatinya, talaknya jatuh. Jika tidak diniatkan, talaknya tidak jatuh, sebagaimana yang diungkap oleh Syekh Muhammad ibn Qasim dalam Fathul Qarib Semarang Pustaka al-Alawiyyah, tanpa tahun, hal. 47. Pertanyaannya, bagaimana dengan talak orang yang marah? Syekh Zainuddin al-Maibari, salah seorang ulama Syafii, menyatakan dalam Fathul Muin, Terbitan Daru Ihya al-Kutub, hal. 112.واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضبArtinya, “Para ulama sepakat akan jatuhnya talak orang yang sedang marah, meskipun ia mengaku hilang kesadaran akibat kemarahannya.” Kedua, istri yang ditalak harus dalam keadaan suci dan tidak dicampuri, yang kemudian talaknya dikenal dengan “talak sunnah” dalam arti talak yang diperbolehkan. Sedangkan istri yang ditalak dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri, dikenal dengan “talak bidah” dalam arti talak yang diharamkan. Kedua jenis talak ini berlaku bagi istri yang masih haid. Sedangkan bagi istri yang tidak haid—seperti istri yang belum haid, istri yang sedang hamil, istri yang sudah menopause, atau istri yang ditalak khuluk dan belum dicampuri—tidak berlaku. Salah satu hikmah keharusan talak dijatuhkan saat istri sedang suci adalah agar ia langsung menjalani masa iddah, sehingga masa iddahnya menjadi lebih singkat. Berbeda halnya, jika talak dijatuhkan saat istri sedang haid, meskipun tetap sah, maka masa iddahnya menjadi lebih lama karena dihitung sejak dimulainya masa suci setelah haid. Demikian pula jika istri ditalak dalam masa suci tetapi setelah dicampuri, maka kemungkinan untuk hamil akan terbuka. Jika itu terjadi, maka masa mengandung hingga melahirkan akan menjadi masa iddahnya. Baca juga• Ketentuan Masa Iddah Perempuan dalam Islam• Khuluk dalam Islam, Ketika Istri Minta Cerai dengan TebusanKetiga, redaksi talak yang dipergunakan bisa berupa ungkapan yang jelas sharih, bisa juga berupa ungkapan sindiran kinayah. Maksud ungkapan jelas di sini, tidak ada makna lain selain makna talak. Sehingga meskipun seseorang tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak dalam hati, jika yang dipergunakan adalah ungkapan sharih maka talaknya jatuh. Contohnya, “Saya talak kamu,” atau “Saya ceraikan kamu,” atau “Saya lepaskan kamu.” Berbeda halnya dengan ungkapan kinayah. Sebagaimana diketahui, ungkapan kinayah mungkin bermakna talak, mungkin pula bermakna lain. Sehingga talaknya akan jatuh manakala ada niat talak dalam hati yang mengucapkanya. Artinya, jika tidak ada niat, maka talaknya tidak jatuh. Contohnya, “Sekarang kamu bebas,” atau “Sekarang kamu lepas,” atau “Pergilah kamu ke keluargamu!” Hanya saja, menurut Abu Hanifah, ungkapan kinayah yang cukup jelas, tetap tidak memerlukan niat. Contohnya, “Engkau sekarang sudah jelas, bebas, lepas, dan haram bagiku. Maka pergilah dan pulanglah ke keluargamu!” Pendapat ini juga didukung oleh Imam Malik. Sementara menurut Imam Ahmad, makna atau konteks keadaan dalam semua ungkapan kinayah menentukan status niat. Lihat al-Nawawi, Majmu Syarh al-Muhadzab, Darul Fikr, Beirut, Jilid 17, hal. 104. Sejalan dengan ungkapan kinayah adalah ungkapan sharih yang dilontarkan oleh seorang yang dipaksa. Maka jatuh dan tidaknya talak kembali kepada niat dalam hatinya. Jika bersamaan dengan ungkapan itu ada niat, maka jatulah talaknya. Begitu pula sebaliknya. Talak juga jatuh dengan ungkapan taliq, seperti ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi ke rumah laki-laki itu, maka engkau tertalak.” Jika istrinya benar-benar masuk ke rumah tersebut, maka jatuhlah talaknya lihat Syekh Muhammad ibn Qasim, Fathul Qarib [Semarang Pustaka al-Alawiyyah], tanpa tahun, hal. 48. Kemudian talak juga jatuh dengan ungkapan senda gurau atau main-main selama disengaja mengucapkannya sekalipun tak disengaja maknanya lihat Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, Ianah al-Thâlibîn, jilid 4, hal. 8. Demikianlah uraian singkat tentang syarat dan ketentuan talak. Semoga ada manfaatnya. Wallahu alam. Ustadz M. Tatam Wijaya, Alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Islam merupakan yang mengatur hal-hal kecil hingga hal-hal besar yang seringkali dilupakan manusia. Dalam agama islam telah diatur sedemikian rupa tentang Hukum Istri Berbicara Kasar Kepada Suami dan berperilaku sopan santun kepada pasangan dalam biduk rumah membahas lebih lanjut tentang Hukum istri berbicara kasar terhadap suami, ketahui penjelasan perilaku sopan santun dalam pernikahan yang harus Anda ketahui sebagai buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama karya Muhammad Bagir dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW selalu mengucapkan basmallah maupun ber-taawudz ketika hendak melakukan hubungan intim dengan bin Abbas dalam riwayatnya mengatakan bahwa Rasulullah bersabda “Law anna ahadukum idza arada an ya’ti ahlahu faqaala; bismillahi allahumma janabna as-syaithaana wa janabna maa razaqtana fa innahu in yuqaddar bainahuma waladun fii dzalika lam yadhurruhu syaithaanun abadan”.Artinya “Jika seseorang dari kamu mendatangi hendak bersenggama dengan istri, maka ucapkanlah Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari gangguan setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami. Kemudian jika Allah menakdirkan lahirnya anak dari hubungan intim itu, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya,”.Hadist diatas di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dan menjadi hadist yang shahih. Keutamaan seorang istri berperilaku sopan dan santun terhadap suami salah satunya adalah melayani suami dan memerhatikan agar tidak saling melihat aurat masing-masing secara vulgar meski membuka pakaian secara keseluruhan memang Muhammad SAW bersabda “An-nazharu ilal-farji yuritsu at-thamsa ay al’ama”. Yang artinya “Melihat kelamin seorang wanita itu bisa menyebabkan kebutaan,”. Dalam riwayat lainnya, Nabi juga menganjurkan bagi umat Muslim untuk menutupi sebagian dari tubuh pasangannya Sopan Santun Dalam PernikahanAdab sopan santun dalam pernikahan berikutnya adalah tidak kasar dan apabila melakukan hubungan, lakukanlah terlebih dahulu tindakan secara fisik seperti memeluk, mencium, dan tindakan emosional lainnya sebelum melakukan penetrasi. Sehingga masing-masing pasangan telah siap secara fisik dan sepatutnya dalam pernikahan dibentuk adab keluar rumah bagi istri terhadap pasangan agar pernikahan berjalan dengan harmonis. Termasuk adab keluar rumah bagi seorang wanita yang menghindari adanya konflik dengan suami. Sebagaimana yang diketahui bahwa surga istri adalah ridha suami. Untuk itu istri memang harus menghormati dan tidak berbicara kasar terhadap Islam, hukum istri yang sering marah apalagi sampai membentak suami merupakan perilaku yang tidak diperbolehkan karena termasuk dalam jenis dosa besar. Sebab suami adalah sosok pemimpin keluarga yang patut di hormati dan di taati oleh istri. Kewajiban istri adalah menghormati dan melayani suami. Itu merupakan pahala bagi seorang SAW pun mengatakan bahwa sangat tinggi kedudukan suami untuk istrinya. “Seandainya saya bisa memerintahkan seorang untuk sujud pada orang lain, pasti saya perintahkan seorang istri untuk sujud pada suaminya.” HR Abu Daud, Al-Hakim, Tirmidzi.Lalu bagaimana apabila istri memarahi suami karena suami berbuat kesalahan? Manusia memang tidak luput dari kesalahan, dan tugas seorang istri apabila suami berbuat kesalahan sudah seharusnya di ingatkan, namun tetap dengan cara yang baik, tutur kata yang lemah lembut dan tidak dengan suara keras atau membentak apalagi sampai menyinggung perasaan suami. Ketahui juga hukum tidak bertegur sapa dengan seorang istri memarahi suami, membentak, mendzalimi. Hal ini sudah menunjukkan bahwa perempuan tersebut merupakan istri yang durhaka terhadap suaminya. Bahkan dalam Hadist Rasulullah SAW telah di jelaskan sebagai berikut “Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, tetapi istrinya dari kelompok bidadari juga kemudian berkata, Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah memusuhimu. Dia sang suami hanyalah tamu di sisimu nyaris saja ia bakal meninggalkanmu menuju pada kami.” HR At-Tirmidzi.Alasan Istri Tidak Boleh Berbicara Kasar Kepada SuamiAlasan mengapa hukum istri berbicara kasar kepada suami adalah tidak boleh. Karena kelak akan mendapatkan dosa yang besar dan mendapatkan saingan berat dari bidadari Allah SWT. Sudah seharusnya berbicara kasar kepada suami ini tidak boleh menjaga lisan bagi wanita, Jika istri merasakan kemarahan yang tidak bisa ditahan, bahkan memperlihatkan amarah yang berlebihan kepada suami. Alangkah baiknya untuk langsung beristighfar dan memohon ampun kepada Allah SWT agar hati menjadi ringan dan perlahan meredakan dirasa sudah tenang, disarankan untuk kompromi kepada suami agar mencari jalan keluar dan menyelesaikan dengan baik-baik. Karena apabila diawali dengan amarah maka yang ada akan menjadi permasalahan dalam rumah adab sopan santun dalam rumah tangga dengan salah satunya tidak berbicara kasar terhadap suami memberikan banyak pahala terhadap istri. Dan menjadikan rumah tangga Anda dan suami lebih harmonis, karena semua bisa diselesaikan dengan diskusi dan tidak dengan emosi menerapkan adab sopan santun kepada suami di antaranyaMendapatkan Ridha dari Allah SWTShalatnya diterima dan di muliakan Allah SWTDiampuni segala dosanyaRumah tangga lebih harmonisMendapatkan keberkahan dalam pernikahannya
Tanya Assalamu’alaikum, saya ingin bertanya jika saya sbg suami pernah mengucapkan kata pisah’ yg si sertai niat sebanyak 3x dalam 3x perselisihan ke istri apakah saya sudah menjatuhkan talaq 3 ke istri saya? Sedangkan saya sama sekali tidak mengetahui jika kata pisah’ yg disertai niat sama dengan kata talaq/cerai dalam fiqih .. mohon penjelasannya .. assalamu’alaikum wr wb. Wahyu Munanto, Jakarta Jawab Wa’alaikum salam Talak sesungguhnya dibolehkan oleh agama seperti firman Allah berikut يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar.” Hanya selalu kami tegaskan bahwa talak bukanlah pilihan yang tepat sehingga agama menganjurkan agar talak tidak terjadi. Hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw عَنِ اِبْنِ عُمَرَ – رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَبْغَضُ اَلْحَلَالِ عِنْدَ اَللَّهِ اَلطَّلَاقُ Artinya Dari Ibnu Umar Radliyallaahu anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai.” Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal. HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah Talak sendiri ada yang langsung, seperti perkataan suami kepada istrinya, “kamu sekarang aku ceraikan”. Maka otomatis jatuh cerai. Ada juga talak mu’allaq atau cerai dengan syarat seperti perkataan suami kepada istrinya, “jika saya selingkuh, maka kamu jatuh talak/cerai”. Talak ada yang sharih yaitu perkataan suami kepada istri kamu saya cerai atau kamu saya talak. Jika ungkapan ini keluar dari suami maka otomatis jatuh talak. Talak dengan bahasa kiasan misal suami mengatakan, kita pisah, pulang kamu ke rumah orang tuamu dan lain-lain. Untuk kinayah ada syaratnya, yaitu harus disertai niat, bahasa tersebut sudah maklum di masyarakat bahwa maknanya adalah talak dan kedua belak pihak yaitu suami dan istri sama sama tahu bahwa maksud suami adalah talak. Jika suami tidak ada niat talak atau tidak tahu bahwa perkataannya bermakna talak atau bahasa tersebut di masyarakat maknanya belum tentu talak, maka ia tidak jatuh talak. Maka dengan bahasa anda tadi, anda belum talak. Saran kami, hati-hati berucap talak kepada istri. Semoga keluarga anda selalu mawaddah dan rahmah serta bahagia dunia akhirat. Amin. Wallahu a’lam. Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., Infak untuk pengembangan aplikasi Tanya Jawab Agama Bank BNI Syariah No. Rekening 0506685897 Muhamad Muflih. Wakaf untuk pembangunan Pesantren Almuflihun Bank BNI No. Rekening 0425335810 Yayasan Al Muflihun Temanggung. Konfirmasi transfer +628981649868 SMS/WA
hukum suami mengucapkan kata pisah kepada istri